harapan

Tiara menatap langit sore yang mulai memerah. Sendirian duduk di taman kesayangannya membuatnya sedikit lebih rileks. Tiara mencoba mengingat semua yang ingin dilupakannya dan melepaskannya di taman itu seperti biasanya. Setiap kejadian berkelebat di pikirannya. Tiba-tiba hujan turun. Kecil, kecil lama-lama membesar. Tiara berlari pulang ke rumah.

~**~

Kring…….

“ Tiara, pulang sekolah nanti tunggu aku di depan kelas ya. Ada yang mau aku omongin. Oke? “

“ Oke “, jawab Tiara sambil tersenyum simpul. “ Eh, Dis, jangan lama, ya. Kalo lama aku tinggal “. Disa menganggukkan kepalanya lalu berlari ke kelasnya. Disa dan Tiara sudah bersahabat sejak mereka SMP.

~**~

“ Mau ngomong apa, Dis? Kayanya serius, ya? “.

“ Iya serius. Mmmm… Tiara, kita kan udah lama sahabatan. Aku……… boleh pinjem novel kamu ga? “

“ Hah? Boleh lah. Novel yang mana? “. Dibalik tembok, teman-teman Disa mengepalkan tinju ke arah Disa. Mereka memang sudah berniat membantu Disa menyatakan perasaannya pada Tiara. Sekali lagi, Deska mengucapkan kata “buruan” tanpa suara pada Disa.

“ Eeeeh…. Tiara, aku…. Aku punya temen, dia suka sama sahabatnya. Menurut kamu boleh suka sama sahabat? “

“ Boleh aja. Kenapa nggak? Siapa? “. Lagi, Deska mengepalkan tinjunya dan melepas sepatunya untuk dilempar pada Disa.

“ Ya Dis, eh maksudku Tiara, aduh pake salah nyebut lagi. Mmm… aku… suka sama… “

“ Kamu suka sama orang? Siapa? “

“ Iya… ehh… kamu… “. Sunyi. Keduanya diam. “ Aku? Yakin? “

“ Yakin. Boleh ga kalo kita pacaran? “. Sunyi lagi. “ Boleh “.

~**~

Disa mempercepat langkah kakinya menuju kelas Tiara. Makin cepat, lalu berlari. Disa celingak celinguk ketika sampai di depan kelas Tiara, karena kelas sudah sepi dan Disa tidak melihat Tiara di sekitar sekolahnya. Disa lalu cepat-cepat berlari ke taman dekat rumah Tiara. Disa tahu itu adalah tempat kesayangan Tiara. Sesampainya Disa disana, dia melihat Tiara sedang duduk sendirian di bangku taman. Hampir saja Disa mendatangi Tiara sebelum akhirnya dia melihat Tiara menangis. Dia tetap saja memandangi Tiara.

Tiara mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya juga pulpen.

Harapanku adalah ketika aku punya banyak teman, aku bisa melupakan kenangan masa laluku yang kelam, ibuku menyambutku pulang di rumah, seseorang bisa mengerti aku dan semua jalan pikiranku. Harapanku adalah ketika Disa benar-benar menyayangiku. Harapanku adalah ketika aku sehat-sehat saja (aku harap begitu).

Tiara lalu menggulung kertas itu dan mengikatnya pada sebuah balon. Lalu, ia menerbangkan balon itu.

Di balik semak-semak, Disa menyaksikan semua yang dilakukan Tiara. Lalu, dia cepat-cepat pergi.

“ Tiara.. Tiara..”. Tiara membuka mukanya. Disa berdiri di depannya dengan 2 es krim di tangannya. “ Mau ga? Kalo ga mau aku makan sendiri ni “. Tiara mengambil 1 es krim di tangan Disa dan langsung menjilatnya. “ Jangan sambil nangis makannya. Ntar es krimnya rasanya asin loh “. Tiara lalu mencubit lengan Disa. “ Kok bisa tau aku ada disini? “, tanya Tiara heran. “ Udah berapa lama kita sahabatan? “ Tiara lalu tersenyum.

~**~

Tiara terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Sudah beberapa hari dia tidak dapat masuk ke sekolah. Sakit kepalanya kambuh lagi. Badannya juga demam. Disa membawakan catatan pelajaran di kelas Tiara setiap pulang sekolah. Memang, itu sudah menjadi rutinitas setiap kali Tiara sakit. Tetapi, hari ini Tiara mulai bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dia mengaku sudah sembuh pada ibunya.

“ Ma, Tiara berangkat dulu ya. Nanti mungkin Tiara ga bisa nyapu sama ngepel. Tiara mau konsul ke tempat les “.

Sesampainya di sekolah, Tiara melihat kumpulan anak-anak di depan kelasnya. Tiara hampIr berjalan masuk ke kelasnya, mengacuhkan ramainya kumpulan tersebut sampai akhirnya Saira memanggilnya. “ Tiara !! Sini !! Kamu harus liat !!! Liat itu !! “. Ketika nama Tiara disebut-sebut, kerumunan tersebut langsung terdiam dan menatap Tiara kaget. Disa, yang menjadi pusat keramaian itu juga menatap Tiara. “ Masa cewe itu berani banget nembak Disa “, kata Saira panas. “ Trus apa jawab Disa? “, tanya Tiara sambil tetap menatap Disa. “ Belum dijawab. Tapi bakal terjawab. Aku udah punya pacar “, kata Disa mantap yang juga masih menatap Tiara. Narisa lalu menatap Tiara tajam dan sengaja menabraknya. Tiara diam saja. Disa membantu Tiara berdiri.” Kamu gapapa, Tiara? Kok kayanya mukamu pucet banget. Kamu masih sakit? “, tanya Disa khawatir. “ Nggak kok. Aku udah sehat. Gapapa “.

~**~

Tiara baru keluar kelas ketika 2 teman Narisa menyeret Tiara. Mereka membawa Tiara ke belakang sekolah. Disana, Narisa sudah menunggu Tiara. Sementara, di depan kelas Tiara, Disa mencari-cari Tiara.

“ Heh !! Ga usah kecentilan deh deket-deket sama Disa !! “

“ Apa urusannya sama kamu? “

“ Disa itu punya aku !!! “. Narisa mengepalkan tinjunya ke muka Tiara. Tapi, tangannya ditahan oleh seseorang.

“ Siapa yang bilang aku punya kamu? Aku bilang aku udah punya pacar. Kamu ga ngerti juga? “

“ Kalo gitu siapa pacar kamu? Yang jelas bukan dia, kan? Cewe kegatelan ini !! “. Narisa menunjuk Tiara dengan jijik.

“ Sayang banget. Tapi Tiara emang pacarku. Aku punya dia, bukan punya kamu “. Narisa terkejut mendengar pengakuan Disa. Dia lalu berlari meninggalkan Disa yang masih membantu Tiara berjalan karena Tiara tidak dapat berjalan lagi akibat sakit kepalanya yang kambuh.

~**~

Pagi-pagi sekali Tiara sudah berangkat ke sekolah. Dia langsung menuju kelas Narisa. “ Narisa, aku mau ngomong sama kamu. Ikut aku “. NarIsa mengikuti Tiara dari belakang. Mereka pergi ke taman sekolah. Mereka duduk berdua di sana. “ Narisa, aku tau kamu suka sama Disa. Aku minta maaf karna udah lebih dulu kenal Disa. Aku cuma mau bilang ke kamu, sikap kamu yang kemaren itu bukan cara yang benar buat menyukai seseorang. Kamu bisa dapetin yang lebih baik lagi dari Disa, aku yakin “. Tiara menatap Narisa sambil tersenyum. “ Aku ga benci kamu karna sikapmu ke aku kemaren. Kita bisa berteman kok, kalo kamu mau “. Sekali lagi, Tiara menatap Narisa. Narisa tersenyum pada Tiara. “ Maafin aku, ya, Tiara. Aku ga nyangka kamu pacar Disa “. Tiara menepuk pundak Narisa. “ Gapapa. Kita kan sama-sama cewe “.

Tiara berjalan pulang dengan langkah satu-satu. Dia sudah hampir tidak dapat melihat jalan lagi. Kepalanya terasa sangat sakit. Seluruh badannya terasa remuk. Dia akhirnya terduduk di bangku ssekolahnya. Tiara mengeluarkan handphonenya untuk menghubungi Disa. Tapi, Disa tidak mengangkat teleponnya. Tiara bangkit lagi untuk berjalan. Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia akan bisa sampai di rumah tanpa bantuan Disa. Tepat sebelum dia sampai di seberang, sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.

~**~

Sudah 5 hari Tiara belum juga sadar dari komanya. Dokter sudah menyarankan orang tua Tiara untuk melepas semua alat bantu pada tubuh Tiara. Tapi, mereka masih belum dapat melakukannya. Disa datang ke rumah sakit setiap pulang sekolah. Dia menyesali hari dimana Tiara kecelakaan, karena dia tidak ada bersama Tiara. Hari ini Disa menawarkan untuk menjaga Tiara dan menginap di rumah sakit karena sekolah libur keesokan harinya.

Disa terbangun ketika ia merasakan tangan Tiara yang bergerak-gerak. Tiara sadar. Dia membuka matanya perlahan-lahan. “ Disa… “, panggil Tiara lemah. “ Tiara, maaf aku ga jawab telfon kamu waktu itu. Aku masih ada di kelas. Aku..”. Tapi, belum sempat Disa menghabiskan kata-katanya, Tiara sudah menutup matanya kembali. Pelan-pelan nafasnya mulai melemah, satu-persatu dan akhirnya berhenti. Disa mulai panik. Dia menghubungi orang tua Tiara dan meminta mereka ke rumah sakit. Dia juga memanggil dokter untuk memastikan kondisi Tiara.

~**~

Pagi itu langit mendung. Angin pun tidak kencang bertiup. Suasana terasa begitu tenang. Disa dan saudara-saudara Tiara berdoa dengan khusyuk untuk ketenangan Tiara. Setelah semua pelayat pergi, Disa menuliskan sesuatu di sebuah kertas.

Tiara, harapanku adalah saat aku bisa mengulang waktuku dan pergi membantumu waktu itu. Harapanku adalah saat kamu sadar dari tidur panjangmu dan kembali berjalan bersamaku ke sekolah. Harapanku adalah kami tidak perlu datang ke tempat ini untuk mengantarmu. Harapanku adalah aku bisa bersamamu lagi pada saat aku harus menyusulmu nanti. Semoga kamu tenang. Semoga semua sudah termaafkan, begitupun aku. Maafin aku, Tiara.

Disa lalu menggulung kertas itu dan mengikatnya pada sebuah balon, seperti yang pernah dilakukan Tiara. Dia lalu melepaskan balon itu di depan makam Tiara.

Komentar