JANJI TERAKHIR
Pagi ini dia datang menemuiku, duduk di sampingku dan tersenyum 
menatapku. Aku benar-benar tak berdaya melihat tatapan itu, tatapan yang
 begitu hangat, penuh harap dan selalu membuatku bisa memaafkannya. Aku 
sadar, aku sangat mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia., meski 
dia sering menyakiti hatiku dan membuatku menangis. Tidak hanya itu, 
akupun kehilangan sahabatku, aku tidak peduli dengan perkataan orang 
lain tentang aku. Aku akan tetap memaafkan Elga, meskipun dia sering 
menghianati cintaku.
“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!”
Aku tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras 
menghujani wajahku. Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku 
erat.
“Maafin aku Nilam, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi. 
Aku janji Nilam. Aku sayang kamu! Please, kamu jangan nangis lagi!”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Elga, aku sangat mencintainya.
Malam ini Elga menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku 
sengaja mengenakan gaun biru pemberian Elga dan berdandan secantik 
mungkin. Kutemui Elga di ruang tamu, Dia tersenyum, memandangiku dari 
atas hingga bawah.
“Nilam, kamu cantik banget malam ini.”
“Makasih. Kita jadi dinner kan?”
“Ya tentu, tapi Nilam, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak keberatan kita naik Taksi?”
“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”
Dengan penuh semangat aku menggandeng lengan Elga. Ini benar-benar 
menyenangkan, disepanjang perjalanan Elga menggenggam erat tanganku, aku
 bersandar dibahu Elga menikmati perjalanan kami dan melupakan semua 
kesalahan yang telah Elga perbuat padaku.
Kami berhenti disebuah Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa 
Elga benar-benar mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul 
sifat Elga, dia tidak mungkin mau makan di warung kecil di pinggir 
jalan.
“Kenapa El? Mienya gak enak?”
“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini Nilam?”
“Enggak. Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. 
Kamu kunyah pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”
Aku yakin, Elga gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya 
Elga mulai menikmati makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang 
teman-temannya, keluarganya dan banyak hal.
Dua tahun bersama Elga bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk 
mempertahankan hubungan kami selama ini. Elga sering menghianati aku, 
bukan satu atau dua kali Elga berselingkuh, tapi dia tetap kembali 
padaku. Dan aku selalu memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan 
sahabat-sahabatku. Mereka benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan 
oleh Elga. Meskipun kini mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka 
sahabatku.
Selesai makan Elga Nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.
“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”
“Yakin di saku gak ada?”
“Gak ada. Gimana dong?”
“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku yang traktir kamu. Ok!”
“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”
Saat di kampus, aku bertemu dengan Alin dan Flora. Aku sangat merindukan
 kedua sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat
 ini mereka tetap sahabat terbaikku. Saat berpapasan, Alin menarik 
tanganku.
“Nilam, kamu sakit? Ko pucet sich?”
Alin bicara padaku, ini seperti mimpi, Alin masih peduli padaku.
“Engga, Cuma capek aja ko Lin. Kalian apa kabar?”
“Jelas capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich 
dimainin sama cowok playboy kaya Elga! Jangan-jangan Elga gak sayang 
sama kamu? Ups, keceplosan.”
“Stop Flo! Kasian Nilam! Kamu kenapa sich Flo bahas itu mulu? Nilam kan gak salah.”
“Udah dech Alin, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nilam! Kenapa kamu diselingkuhin terus!”
Flora bener, jangan-jangan Elga gak sayang sama aku, Elga gak cinta sama
 aku, itu yang buat Elga selalu menghianati aku. Selama ini aku gak 
pernah berfikir ke arah sana, mungkin karena aku terlalu mencintai Elga 
dan takut kehilangan Elga. Semalaman aku memikirkan hal itu, aku ragu 
terhadap perasaan Elga padaku. Jika benar Elga tidak mencintaiku, aku 
benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi.
Meskipun tidak ada jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk 
mengerjakan tugas kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir 
sepi aku pun pulang. Saat sampai ke tempat parkir, aku melihat Elga 
bersama seorang wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena 
dia membelakangiku. Mungkin Elga menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak 
bisa memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil,  aku bisa melihat 
wanitaitu, sangat jelas, dia sahabatku, Flora….
Sungguh, aku benar-benar tidak bisa memaafkan Elga. Akan ku pastikan, 
apa Elga akan jujur padaku atau dia akan membohongiku, ku  ambil 
ponselku dan menghubungi Elga.
“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang El?”
“Maaf Nilam, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”
“Emang kakak kamu mau kemana El?”
“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”
“El! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Flora jadi kakak kamu? Hah?!!”
“Nilam, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”
“Aku liat sendiri kamu pergi sama Flora El! Kamu gak usah bohongin aku! 
Kali ini aku gak bisa maafin kamu El! Kenapa kamu harus selingkuh sama 
Flora El? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! 
Kita Putus El!”
“Nilam, ini gak…….”
Kubuang ponselku, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku 
terus berjatuhan, hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan 
bahwa Elga tidak mencintaiku, dia berselingkuh dengan sahabatku.
Beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya 
bisa mengurung diri di kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah 
mengerti perasaanku, mereka memberikan semangat padaku dan mendukung aku
 untuk melupakan Elga, meskipun aku tau itu tak mudah. Setiap hari Elga 
datang ke rumah dan meminta maaf, bahkan Elga sempat semalaman berada di
 depan gerbang rumahku, tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak 
akan memafkan Elga, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti 
janji-janji Elga yang tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.
Hari ini kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu 
dengan Elga. Tapi seusai kuliah, tiba-tiba Elga ada dihadapanku.
“Maafin aku Nilam! Aku sama Flora gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia Nilam!
“Kita udah putus El! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar Tujuh juga bukan urusan aku!”
“Tapi Nilam…..”
Aku berlari meninggalkan Elga, meskipun aku sangat mencintainya, aku 
harus bisa melupakannya. Elga terus mengejarku dan mengucapkan kata 
maaf. Tapi aku tak pedulikan dia, aku semakin cepat berlari dan 
menyebrangi jalan raya. Ketika sampai di seberang jalan, terdengar suara
 tabrakan, dan…………
“Elgaaaa…..”
Elga tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar 
merah yang ia bawa berserakan bercampur dengan merahnya darah yang 
keluar dari kepala Elga.
“Elga, maafin aku!”
“Nilam. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah sa-ma kam……”
“Elgaaaaaa……”
Elga meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan 
Elga semua ini takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini,
 kenyataan yang sangat pahit yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin
 bisa aku lupakan. Elga menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku, 
disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia 
mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan 
semuanya disaat meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras,
 ketika darahnya mengalir begitu deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya ingin sekali menemani Elga didalam tanah sana, menemaninya dalam
 kegelapan, kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, 
menyesali perbuatanku, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
Satu minggu setelah Elga meninggal, aku masih menangis,
 membayangkan semua kenangan indah bersama Elga yang tidak akan pernah 
terulang lagi. Senyuman Elga, tatapan Elga, takan pernah bisa kulupakan.
“Nilam sayang, ini ada titipan dari Ibunya Elga. Kamu jangan melamun 
terus dong! Kamu harus bangkit! Biar Elga tenang di alam sana. Ibu yakin
 kamu bisa!”
“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”
Kubuka bingkisan dari Ibu Elga, didalamnya ada kotak kecil berwarna 
merah, mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam 
kotak merah itu terdapat sepasang cincin. Aku pun menangis kembali dan 
membuka amplop itu.
Dear Nilam,
Nilam sayang, maafin aku, aku janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua yang udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat aku, Cuma kamu yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau nemenin aku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan nafas terakhirku. Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Nilam.
Love You Elga
Air mataku mengalir semakin deras dari setiap sudutnya, kupakai cincin 
pemberian Elga, aku berlari menghampiri Ibu dan memeluknya.
“Bu, aku udah nikah sama Elga!”
“Nilam, kenapa sayang?”
“Ini!” Kutunjukan cincin pemberian Elga dijari manisku.
“Nilam, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”
“Sekarang aku mau cerai sama Elga Bu!” kulepas cincin pemberian Elga dan memberikannya pada Ibu.
“Aku titip cincin pernikahanku dengan Elga Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama-sama.
*****

Komentar
Posting Komentar