Cinta Diam-Diam

Malam ini, aku tengah asyik menikmati segelas coklat panas yang baru saja ku buat. Dengan seutas doa, ku ucap namanya. Namanya yang selalu menjadi penghias hari-hariku. Hariku tak akan menjadi hariku tanpa mengenal dia. Dia dia dan dia, ya ampun, kenapa selalu dia? Aku termenung dibibir malam. Berharap ia bisa melihatku, melihatku yang selalu mengharapkan sorotan matanya itu mengetahui isi hatiku sesungguhnya. Aku dan dia tak lebih dari seorang kakak beradik yang kemana-mana selalu bersama. Oh, kenapa hubungan ini terasa begitu sakit? 



Ku teguk sedikit demi sedikit coklat panasku. Berharap dia akan menghubungiku malam ini. Tapi ternyata nihil. Coklat ini terasa semakin pahit. Ku dengakkan kepalaku.



“Tuhan, sampai kapan aku terus memendam ini?”



Memendam perasaan ini sangatlah perih. Melihat indah matanya, lekuk senyumnya setiap hari, rasanya itu semakin sakit karena aku tidak mungkin bisa memeluk hati si senyum indah itu. 



Aku Gio, seorang laki-laki berumur 19 tahun yang memiliki nasib kurang begitu baik. Tunggu, bukan aku menyalahkan Tuhan akan nasibku, aku hanya merasa aku adalah seorang lelaki pecundang. Aku menyayanginya, merindukannya, menyukainya, memimpikannya, mengharapkannya, tapi dia sama sekali tak pernah mengetahuinya karena memang aku tak pernah mengatakannya. Hubungan persahabatan sedari kecil ini semakin lama semakin membingungkan.



Persahabatan. Mungkin itu salah satu halangan kenapa aku belum meyatakan semua gumpalan rinduku. Aku tak pernah mengharapkan jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Sahabat yang sedari kecil selalu bermain bersamaku. Rasanya begitu sulit mengubah persahabatan ini menjadi sebuah hubungan yang lebih serius.



Eits, hubungan yang lebih serius? Untuk mengatakannya saja aku bingung, tapi bermimpi memilikimu tak salah, kan?



Kamu yang selalu menjadi mimpiku. Kamu yang selalu menjadi bunga tidurku. Kamu yang selalu menjadi harapanku. Apa mungkin aku ada dipikiranmu saat ini? Seperti bayangmu yang selalu menemani malamku. 



 Kamu selalu mengganggap aku seorang kakak, kakak yang selalu menjagamu, kakak yang selalu ada dikala kamu sedang sedih, kakak yang selalu menasehatimu ketika kamu sedang terluka, kakak yang selalu melindungimu ketika ada lelaki yang mengganggumu. Ya, itu aku. Andai kamu tau, sosok kakakmu itu berharap sangat berharap agar bisa menjadi pendampingmu, kekasihmu, jodohmu. Hmm, mungkin ini terlalu lebay, tapi cinta terkadang membuat seseorang menjadi lebay.



Sakit sekali rasanya saat kamu bercerita bahwa kamu sedang menyukai seorang pria lain. Sedih rasanya mendengar kamu yang selalu membangga-banggakannya. Galau rasanya melihat raut wajahmu yang selalu berseri-seri kala membahas lelaki itu. Tapi apa daya, aku tak punya hak untuk cemburu.



Segelas coklat panasku hampir habis. Tapi doaku untukmu tak pernah habis. Berdoa agar kamu bisa mengerti apa yang aku mau, aku tak minta banyak, ya walau aku tau mimpiku untuk bersanding denganmu adalah keinginanku yang paling besar, tapi aku hanya mau semoga hubungan kakak beradik ini adalah hubungan yang selalu membuat kamu bahagia, nyaman, tersenyum. Ya, melihat senyummu saja, rasanya aku bahagia sekali, walau terkadang senyummu itu tercipta bukan untukku.



Untukmu, Nasreen. Gadis yang masih dan akan selalu menjadi mimpiku. Terimakasih sudah menganggapku sebagai kakakmu, tapi maaf aku punya keinginan lebih dari itu.



Hembusan angin seakan ikut merasakan apa yang kurasa. Bilik hati berkata, kamu yang terindah. 


by : RKW

Komentar