Witing Tresno Jalaran Soko Kulino *part2*

"Cinta datang karena terbiasa jika keterbiasaan itu terjadi dengan ketidaksengajaan."

Tak disangka bulan ini dia akan menikah. Dadaku sesak. Seharusnya aku ikut bahagia, bukan? Sahabat, teman baikku, pacar pertamaku akan segera menikah. Bukan dengan aku, tapi dengan yang lain.

= = =
"Lo ini ya, senengnya bikin kaget! Tapi gue seneng loh secepat ini lo melepas masa lajang lo."

"Ini bukan mau gue!" jawabnya ketus.

"Hmm.." aku menatapnya sebentar, lalu mengetik naskah cerpenku. Dia mengganggu aku yang sedang berimajinasi.

"Witing tresno jalaran soko kulino" dia berkata dengan terbata-bata, berdiri dari bangkunya lalu berpindah tempat duduk, di sebelahku.

"Datangnya cinta karena terbiasa." Aku menatapnya sebentar, menoyor kepalanya lalu mengetik lagi.

"Ih, dengerin gue dulu dong!" Dia menjambak rambutku, mamaksaku, lenjeh.

"Apaan?" Aku menatapnya ogah-ogahan dan meninggalkan naskah-naskah itu sejenak.

"Menurut lo perjodohan itu apa?"

"Zaman Siti Nurbaya." Jawabku, sekenanya.

"Gue dijodohin! Perjodohan itu menyeramkan! Dua orang yang ga saling kenal satu sama lain dipertemukan dalam suatu waktu dan tempat. Bukan untuk perkenalan tapi untuk mementukan tanggal pernikahan! PERNIKAHAN... Negeri antah berantah atau mungkin lebih gila daripada rumah sakit jiwa!"

"Kenapa lo ga nolak aja?"

"Lo mau tau kenapa gue ga bisa nolak?"

"Karena dia cantik?"

"Bukan! Perjodohan itu salah satu "alat" pembahagiaan."

"Maksudnya?"

"Gini.. Perjodohan itu emang ga bikin gue terlalu bahagia tapi perjodohan itu bisa membuat orang-orang di sekitar gue bahagia," dia berkata dan menatapku dalam-dalam.

"Hmm.." Ibarat paragraf, aku sudah mengetahui komplikasi masalahnya.

"Lo taukan nyokap gue? Dia ga bakalan bisa bertahan hidup kalo ga disuntik insulin berkala. Dengan perjodohan ini gue pengen ngebuat dia setidaknya bahagia karena gue menikah dengan wanita yang dia pilihin buat gue. Nyokap gue bilang kalo cinta itu bisa dateng kalo terbiasa. Terbiasa bertemu, terbiasa saling berbagi, terbiasa saling perhatian, maka cinta akan datang dengan sendirinya." Dia menjawab semua pertanyaan dalam otakku kala itu.

"Tapi ini berat!" Dia berkata padaku dengan nada tinggi.

"Kenapa?" Aku kembali bertanya padanya.

"Gue bakal ninggalin sesuatu yang menurut gue bisa ngebahagiain gue secara penuh. Termasuk seorang wanita yang selama ini mengisi kekosongan hati gue."

"Kalau tujannya mulia, Allah pasti akan ngasih yang terbaik untuk lo. Walaupun lo harus ninggalin semua hal yang menurut lo bisa ngebuat lo bahagia." Aku berusaha menenangkannya, walau aku juga merasa miris dan getir.

= = =
Tanpa ditunggu pun, pernikahan itu terjadi. Aku melihat disana, seorang lelaki dan seorang perempuan duduk di pelaminan. Diberi hujanan ucapan dan salaman kebahagiaan dari semua tamu undangan.
Aku melihat pacar pertamaku duduk di pelaminan, bukan denganku tapi dengan yang lain. Aku berjalan ke pelaminan untuk memberikan ucapan. Sulit memang, melawan perkataan hati yang berkecamuk saat itu, menahan air mata agar tidak mempermalukan aku di depan dia, aku akan berkata kalau ini adalah air mata bahagia.


Selamat menempuh hidup baru
pacar pertamaku

Komentar