Langit Tak Secerah Kemarin

Langit tak seceria hari kemarin. Wajahnya tampak lusuh membasuh malam. Senja pun enggan hadir walau hanya sekedar menyapa.
Terluka memang.

Hujan turun begitu deras. Seakan memberi tau bahwa kau tak menangis sendirian. Jemarinya mencoba membelai mu, dengan rintik yang jatuh berbarengan. Hujan seperti cinta, ketika dia terjatuh tak seorang pun yang sanggup menahannya. Dan ketika dia berhenti, tak seorang pun yang sanggup memaksanya.

Detik di pergelangan tangan mu seperti memberi tau, Jika yang kau tunggu tak kan datang. Ingatan itu sedang berbaris di pinggiran jalan, mengisahkan kenangan yang pernah di lukiskan. Langit sedang menutup hari, perlahan namun pasti. Nafas mu masih terdengar lirih, selirih angin di malam ini.

Kamu sesekali tertawa. Melepas penat yang sesakan dada. Tidak kah kamu sadari, ada yang diam-diam berteduh di balik punggung mu. Ada yang ingin membasuh mu dengan kasihnya, dan ada yang menabur benih dari tanah kosong masa depannya.

Kaki mu terayun sejak tadi, ku tau kegelisahan itu sudah kau rasa lima menit lalu. Bibir mu kau gigit gemas seakan kelaparan. Beradu dengan malam yang panjang.

Terkadang, kamu terlalu terpaku pada satu persimpangan. Berdiri di antaranya,dan menunggu siapa yang akan datang. Tanpa kamu sadari, ada seseorang yang menunggu mu di jalan kecil dekat dari tempat kau berdiri. Itulah cinta.

Mata mu sulit di gunakan semestinya. Mulut mu terkadang hanya berdusta,berbicara manis padahal hati mu hambar tak berasa. Bukankah aku terlalu banyak bicara? Ya, harusnya kamu menyadari itu sejak tadi.

Bentuk tubuh mu sudah bisa ku lihat tanpa harus menyelinap dalam fikiran kotor. Hujan seperti bebas meraba tubuh mu tanpa jeda. Membuat mu bergetar menahan dinginnya. Haruskah aku datang? Meneduh kan mu dengan payung sederhana?

Bisik mu seakan menyumpahi gerimis yang datang tak tepat waktu. Mengganggu pandangan mu yang berkali-kali mengusap dahi. Mata kita memang belum pernah bertemu,namun hujan selalu mendatangkan mu.

Tak terasa, malam kian larut seakan hendak menutup usia. Sungguh jahat hujan malam ini, membuat mata mu berair dan terisak tangis. Bahuku sudah lama ku siapkan untuk tempat kau bersandar, tempat dimana cerita mu kau karangkan. Tubuh ku masih setia dengan dinding bisu di sisi kanan mu. Pecundang yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik mu.

Lagi-lagi kau diam. Menatap ujung sepatu yang tak lagi bagus bentuknya. Tanah basah mulai menjalar di sekitar badan sepatu, ketika langkah mu meninggalkan kursi taman yang tak bertuan. Tanpa menoleh dan lambaikan tangan. Payung ku hanya sebatas pengangguran. Berwujud namun tak ada fungsinya.

Semoga saja, hari ini tidak membuat mu menjadi manusia bodoh. Yang hanya bisa menunggu tanpa tau kapan yang di harapkan datang. Malam tertawa puas hari ini, mencium aroma kesedihan bersama sang hujan.

#WelcomeOktober bulan yang penuh bahagia (2TahunLalu)

Komentar