Condet,  merupakan  kawasan perkampungan tua masyarakat Betawi. Tepat  ditengahnya mengalir Sungai Ciliwung membelah wilayah ini menjadi dua  bagian, satu diwilayah Jakarta Selatan dan yang lainnya di Jakarta  Timur. Wilayah Condet membentang dari  sebelah barat berbatasan dengan  Jl Buncit Raya hingga Jalan Raya Bogor disebelah timur dan dari   Kecamatan Pasar Rebo disebelah selatan hingga Wilayah Celilitan  disebelah utaranya.  Untuk menuju masuk ke wilayah Condet bagian Timur  sangat mudah dari bagian untara bisa melalui PGC Cililitan melalui Jalan  Raya Condet  dan bila dari arah selatan bisa melalui PP plaza Jalan  Raya Simatupang masuk melalui Jalan Raya Condet juga. Dan Wilayah Condet  Bagian Selatan dapat dengan mudah masuk dari arah mana saja, pokoknya  Condet Pejaten ada di Kecamatan Pasar Minggu.  
Apa  Condet itu ?  berdasar cerita yang beredar dimasyarakat,  Kata Condet  berasal dari nama seseorang yang memiliki kesaktian dan memiliki bekas  luka diwajahnya (Codet), orang sakti tersebut seringkali muncul   didaerah Batu Ampar, Balekambang dan Pejaten.  Ada lagi sebagian Orang  mengatakan bahwa orang yang memiliki Kesaktian tersebut adalah Pangeran  Geger atau  Ki Tua, WaLLAHU a’lam, yang pasti Condet adalah sebuah  perkampungan Betawi yang didalamnya tengah berlangsung Pembangunan  seperti daerah-daerah lainnya di Jakarta.  
Ada  beberapa peninggalan purbakala yang usianya diperkirakan barasal dari  periode 1500 – 1000 SM, yang berhasil ditemukan berupa Kapak, Gurdi dan  Pahat dari batu. Ini menandakan bahwa sejak periode itu diwilayah Condet  sudah ada perkampungan. Cukup beralasan, karena banyak jejak sejarah  suatu peradaban manusia  dimulai dari daerah yang dekat sumber air  (Sungai Ciliwung, red). 
Sebagai salah satu perkampungan tua ditanah Jakarta.  Wilayah Condet  memiliki keunikan  tersendiri, berbeda dengan kota-kota Tua lainnya di Jakarta,  di Condet sampai diakhir 1980an kita sulit menemukan bangunan-bangunan  tempo Doeloe. Pernah ada di ujung selatan jalan raya Condet terdapat  bagunan tua peninggalan Balanda masyarakat menyebutnya Gedung Tinggi atau Gedung Kidekle,  tepatnya di Jl. Simatupang (Sekarang) posisinya persis menghadap ke  utara jalan raya Condet, Cuma bagunan tersebut sudah tidak ada lagi  musnah terbakar dan tidak ada lagi upaya untuk merenopasinya, padahal  bangunan tersebut sangat tinggi nilai sejarah bagi terbentuknya  perkampungan Condet dan kampungnya orang Jakarta ini.  Keunikan wilayah  Condet yang masih dapat ditemukan adalah Perkebunan Salak, yang tidak  ada didaerah lainnya di tanah Jakarta.   Meskipun pohon-pohon tersebut hanya tinggal beberapa gelintir saja.  cukuplah untuk dijadikan bukti kejayaan sejarah salak Condet dimasa  lalu, 
Sejak  kapan di Condet ada perkebunan Salak ?  merupaka fenomena sejarah,  kultural yang belum terungkap hingga saat ini, apakah tanaman ini tumbuh  secara alami,  atau sudah ada yang mengupayakan sejak dulu seiring  ditemukan-nya benda-benda purbakala itu.  Karena kondisi alamnya cocok  buat pertumbuhan Pohon Salak, maka tanaman ini dapat dengan mudah  berkembang biak hingga pada akhirnya mampu menutupi  tiap jengkal tanah  Condet dengan rerimbunannya. Karena ketidakjelasan ini, maka di daerah  Condet berkembang cerita-cerita rakyat yang menghubung-hubungkan riwayat  tanaman ini dengan tokohnya hingga menjadi  Asset Budaya local yang  turun-menurun dan patut pula menjadi bahan kajian selanjutnya. 
 Namun  seiring semakin pudarnya identitas Condet sebagai Pusat perkebunan  Salak, semakin pudar pula cerita-cerita tersebut di masyarakat. Saat ini  sedikit sekali masyarakat yang mengetahui nama para tokoh sejarah yang  pernah berjasa ditanah Condet, seperti Pangeran Geger, Ki Tua Pangeran  Purbaya, Pangeran Astawana, Tong Gendut. Dll
CAGAR BUDAYA
Pada  tahun 1964, oleh pemerintah didaerah Condet pernah akan dibangun  komplek Militer Cakrabirawa dan rencana pembangunan Universitas  Bungkarano, tetapi rencana ini ditentang oleh masyarakat Condet dengan  alasan untuk melindungi lingkungan alam, budaya, adat istiadat   yang  begitu melekat dikalangan masyarakat Condet kala itu.  
Secara  kebetulan pada tahun 1965 direpublik ini terjadi pemberontakan G30S/PKI  sehingga kedua rencana Pemerintah pada waktu itu tidak dapat  direalisasikan.  Dari beberapa sumber, Kultur daerah Condet sangat  berbeda dengan daerah-daerah lain dijakarta sehingga masyarakat sangat  selektif menerima segala macam interpensi budaya dan adat istiadat  meskipun dari Pemerintah kala itu, ada kepercayaan pada sebagian  masyarakat, bila ada yang berani melanggar kultur budaya masyarakat  Condet, maka orang itu akan terkena musibah. 
Untuk  melindungi kultur budaya masyarakat tersebut Pada akhirnya Pemerintah  menetapkan  kawasan Condet yang terdiri dari kelurahan Belekambang, Batu  Ampar dan Kampung Tengah menjadi kawasan yang dilindungi (Cagar Budaya  Buah-buahan) berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus  Ibu Kota Jakarta (Letjen. TNI Marinir Ali Sadikin) tanggal 18 Desember  1975 Nomor D.I. 7903/a/30/1975 yang begitu fenomenal (Anonimuous,  1975).  
Untuk  menjaga kelangsungan dan kehidupan perkampungan Condet serta sebagai  pelaksanaan keputusan gubernur tentang cagar budaya buah-buahan, maka  pada tanggal 20 Oktober 1976 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota  Jakarta kembali menginstruksikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan  Daerah (BAPPEDA) untuk menyusun rencana pola kebijaksanaan pemerintah  DKI dan tata kerja proyek Cagar Budaya Condet dengan instruksi  No.D.IV-99/d/11/76 (Anonimous, 1976).
Pada  tahun yang sama Pemerintah kembali mengeluarkan instruksi nomor D.IV–  116/d/11/76 tentang pembatasan terhadap pengembangkan kawasan Condet  (Anonimous, 1976).
Penetapan  condet sebagai cagar budaya Buah-buahan menimbulkan daya tarik bagi  kalangan menengah keatas untuk menanamkan investasi atau bermukim di  condet, hal ini ditandai dengan bermuculannya rumah-rumah mewah di  kawasan tersebut. Menurut data perubahan pungsi lahan dikawasan Condet  selama periode itu sebesar 217.8 Ha atau dari 135.3 Ha (1976) menjadi  353.1 Ha (1986) dari data tersebut rata-rata pertahun di kawasan Condet  terjadi perubahan fungsi lahan sebesar 3 9 Ha.
Untuk  mengantisipasinya, maka pada tanggal 1 januari 1986 Gubernur kepala  daerah khusus ibu kota Jakarta kembali mengeluarkan instruksi nomor 19  tahun 1986, sehubungan dengan itu, maka :
1.    Dilarang memberikan izin/legalisasi setiap mutasi (jual/beli) pemilikan tanah di kawasan Condet.
2.    Dilarang  mengadakan perubahan tataguna tanah sesuai dengan peruntukan yang akan  ditetapkan kemudian, termasuk menebang/ memusnahkan tanaman salak, duku  dan melinjo.
3.    Dilarang memberikan izin dan atau membangun bangunan baru mulai dari pembangunan pondasi dan seterusnya di kawasan Condet.
Pernyataan  ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 sampai selesainya penyusunan  konsepsi pembangunan di wilayah Condet atau dikenal dengan istilah  “status Kuo” yang sangat kontropersial terhadap Pembangunan di kawasan  Condet. 
\Kemudian  pada tanggal 3 Agustus 1986 kembali pemerintah mengeluarkan instruksi  pencabutan status quo pembangunan Condet dengan instruksi nomor 227  tahun 1986 yang pada intinya memberikan kelonggaran terhadap   Pembangunan di kawasan Condet, pada masa itu Gubernur KDKI adalah R.  Suprapto (Anonomuos,1986)
Sejak  saat itu, karena keterbatasan penulis, penelusuran terhadap dokumen  berkenaan dengan kebijakan Pemerintah tentang arah tujuan pemberlakuan  Cagar Budaya Condet terhambat.  Kemudian berita terakhir yang sempat  beredar dimasyarakat Condet kira-kira pertengahan 2004, bahwa Cagar  Budaya Condet dicabut dan dipindahkan ke Setu Babakan Jagakarsa Jakarta  Selatan, saat itu sosialisasinya dilakukan di sana dan dihadiri oleh  beberapa tokoh masyarakat Condet.  
Menurut  hemat kami, dicabut atau tidaknya status Cagar Budaya Buah-buahan di  Condet saat ini sama dengan pribahasa Habis manis sepah diBuang, setelah  selama bertahun-tahun masyarakat Condet menghadapi ketidak jelasan arah  kebijakan pembangunan dikawasan ini disaat segala asset Kultur Budaya,  lingkungan alam Condet diambang kehancuran malah dicampakkan.  Hal ini  berdampak buruk terhadap kredibilitas pemerintah dengan segala otoritas  dan profesionalismenya. 
Kemudian,  bagi kami Tradisi masyarakat Condet yang begitu identik dengan  perjalanan panjang sejarah terbentuknya Eko-Sistem yang meliputi seluruh  komunitas yang ada adalah defacto, milik Kampung Condet dengan segala khasanah yang ada dan apa adanya, tidak dapat dipindahkan.  Apa lagi dengan isu-isu murahan yang menyesatkan, titik. 
Alhamdulillah,  pada tahun ini (2008) ada upaya konkrit oleh pemerintah, entah  bagaimana proses didalamnya saat ini telah tersedia lahan kurang lebih 3  Ha dengan keanekaragaman hayatinya akan dijadikan situs untuk tanaman  kebanggaan tanah Jakarta.  Kami sangat berharap, dengan langkah ini akan menjadi titik terang  kedepan dalam rangka perbaikan sejarah, kultur, budaya, lingkungan alam  yang selama ini koyak dan ceraiberai oleh lemahnya daya dukung  kebijakan, kepentingan sesaat,  dan ketidakpedulian yang telah begitu  banyak menelan korban
Condet,  yang saat ini berada dalam  proses pembangunan fisik wilayah,  pertambahan penduduk, mengalirnya wisatawan dalam dan luar negeri,  proses akulturasi global. Kebijakan-kebijakan Pemerintah yang diharapkan  dapat melindungi asset Hayati dan peningkatan taraf kehidupan  masyarakat, namun pada kenyataanya justru menghantam dan merusak  lingkungan alam, mencerai-beraikan pergaulan kehidupan masyarakat,  menghanyutkan dan menenggelamkan nilai-nilai budaya dan tradisi yang  bertahun-tahun dipertahankan, hingga pada akhirnya melenyapkan identitas  masyarakat tradisional Condet yang kental dengan predikat sebagai Cagar  Budaya Buah-buahan.
Komentar
Posting Komentar